Setelah sekitar satu bulan lamanya aku absen dari Gereja karna beberapa hal (okaaaaay.. kebanyakan karna males sii ^^), akhirnya kemaren aku tobat :D
Seperti misa biasa, di awal misa biasanya Romo menyapa umat yang hadir dengan sapaan: “Apa kabar? Baik?” (sama kayak si Mister aja nih, tiap meeting pasti nanya: “Kalian baik baik aja?”), spontan orang orang menjawab serentak “Baiiiiik”. Padahal sih kalo mo dipikir pikir lagi, mungkin aja keadaan orang orang yang menjawab “Baik” itu sebenernya ga baik baik amat. Teringat lagi di mobil umat, ada cowo’ yang bercerita kalau dia seorang karyawan harian, dengan gaji 50rb sehari, namun tidak tentu, kadang seminggu hanya 3 hari, kadang 4 hari, kalau dihitung-hitung, cuma dapat berapa dia sebulan? Lalu sang Ibu yang menyetir mobil bertanya “Banyak umat yang masih butuh pekerjaan?”, cowo itu menjawab “Lumayan banyak, Bu, sekitar 30-40 orang.” Naaah, itu cuma contoh aja. Bukannya orang yang ga punya kerjaan itu defaultnya keadaannya menderita siiih, cuma contoh aja, mungkin kalo umat umat menjawab jujur sesuai keadaan mereka sekarang, sayup sayup pasti akan terdengar “Buruuuk” atau “Jeleeeek”. Sama lah seperti aku. Apalagi kalo orang yang nanya pake Bahasa Inggris, bawaannya pasti kalo ditanya “How are you”, njawabnya pasti “Fine. Thanks, n how are u?” hahaha, persis teori yang diajarin pas di sekolah aja deh jadinya.
Intinya apa? Yaaa, bukan terus berarti kita boong doong kalo misalnya keadaan kita buruk tapi kita menjawab “Baik” atau “Fine”, yang jadi masalah adalah bagaimana caranya kita menerapkan jawaban itu ke pikiran kita. Oke, mungkin kita baru banyak masalah, mungkin hidup kita rasanya sudah hambar, merasa sial terus, dan ujung-ujungnya berkata “Dunia memang kejam dan tidak adil!”, tapi toh masi banyak sebenernya sisi plus yang bisa kita liat. Iya aku banyak masalah, tapi masi ada temen temen yang mau membantu.. Contohnya seperti itu.
Sesaat setelah masuk gereja, kebetulan masi 10 menit lagi waktu sebelum misa dimulai, akhirnya baca-baca warta gereja, dan disana ada sebuah kisah, yang bagiku cukup mengena. Kisah itu kisah tentang sebuah gelas.
Seorang bijak menjulurkan tangannya, mengangkat sebuah gelas berisi air, dan bertanya kepada orang-orang disekitarnya tentang seberapa beratkah gelas tersebut. Sebelum ada yang sempat menjawab, Beliau melanjutkan dengan menyatakan bahwa, bila Beliau memegang gelas itu selama 5 menit, maka gelas itu mulai terasa berat. Bila Beliau terus memegangnya seperti itu selama 20 menit, maka tangan Beliaupun akan kesemutan. Dan bila Beliau terus memegangnya selama lebih dari satu jam, maka tangan Beliau pun akan terasa sangat sakit.
Lalu apa yang harus dilakukan ketika berat gelas itu menjadi terasa menyakitkan dan tak tertahan lagi? Seseorang menjawab: “Letakkan saja gelas itu”. Itu memang jawaban yang paling masuk akal dan baik adanya. Dan itulah yang seharusnya kita lakukan berkenaan dengan beban-beban dalam kehidupan kita. Bukan berat gelas itu sendiri yang menjadi penyebab, tetapi karna kita terlalu lama memegangnya.
Ketika beban-beban dalam kehidupan menjadi makin tak tertahankan lagi, hal itu bukanlah karena betapa beratnya beban itu, tetapi karena kita terlalu lama memikulnya. Maka ada baiknya kita letakkan beban-beban tersebut barang sejenak, beristirahat dan pulihkan energi mental kita. Lalu ketika kita telah merasa cukup segar kembali, kita akan mampu memikulnya lagi dengan lebih baik. Begitu seterusnya.
Bersyukur itu penting. Karena dengan bersyukur, kita bisa melihat lebih luas, tidak terpaku pada beban-beban kita. Perlu untuk kita menyadari, bahwa untuk terlahir menjadi manusia adalah sebuah kesempatan yang amat langka dan bernilai (coba bayangin jadi hewan yang hanya punya insting, diburu atau memburu, makan atau dimakan), sehingga sudah sepantasnya kita menjalani hidup ini dengan penuh syukur.
Doooh, jadi panjang deh nulisnya ^^ Aku sendiri masi termasuk orang yang belum bisa bersyukur. Kadang di dalam hati selalu berkata: “Seandainya saja begini..”, “Seandainya saja aku tidak begitu..”, ngasi kesempatan buat setan melemahkan iman kita tuuu dengan ngomong “Seandainya”.
Iri pada orang lain, padahal mungkin ada orang lain yang juga iri melihatku. Ahahahaha, ada emangnya ya? :p
Seperti di Weeds, sewaktu Jill ~ kakak perempuan Nancy yang merasa kalau Nancy itu selalu beruntung, cantik, banyak yang suka, hidup berkelimpahan, sedangkan dia hanya hidup sederhana bersama suami dan kedua anaknya~ berkata pada Nancy “Why life is so unfair to me”, dan di akhir cerita Jill akhirnya tau kalau Nancy dikejar-kejar polisi yang mau membunuhnya, dan bahkan ayah dari bayi yang dikandung Nancy akan membunuh Nancy setelah anak mereka lahir, baru si Nancy bilang “You still want to be me?” hahahaha ^^
See? Kadang yang terlihat di permukaan itu tidak selalu sama dengan yang di dalam nya ^^ bisa lebih baik, atau lebih buruk :)
Let’s start to say THANKS GOD!, not WHY GOD?
sedikit kutipan: “Karena engkau akan meminta apa yang kamu ingini kepada Tuhanmu, namun Tuhanmu akan memberikan apa yang paling kamu butuhkan kepadamu” jadi kalo doanya ga terkabul yaaa, anggap saja emang kamu ga butuh-butuh amat itu, ntar juga dikasi kok apa yang kamu butuhkan :)
Read Full Post »